MENJAGA LISAN | 48fredy
MENJAGA LISAN,
Lisan, bentuknya memang
relatif kecil bila dibandingkan dengan anggota tubuh yang lain, namun ternyata
memiliki peran yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Celaka dan bahagia
ternyata tak lepas dari bagaimana manusia memanajemen lidahnya. Bila lidah tak
terkendali, dibiarkan berucap sekehendaknya, alamat kesengsaraan akan segera
menjelang. Sebaliknya bila ia terkelola dengan baik , hemat dalam berkata, dan
memilih perkataan yang baik-baik, maka sebuah alamat akan datangnya banyak
kebaikan..
Di saat kita hendak berkata-kata, tentunya kita harus berpikir untuk memilihkan hal-hal yang baik untuk lidah kita. Bila sulit mendapat kata yang indah dan tepat maka ahsan (mendingan) diam. Inilah realisasi dari sabda Rasulullah sholallohu alaihi wasalam
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam.
Di saat kita hendak berkata-kata, tentunya kita harus berpikir untuk memilihkan hal-hal yang baik untuk lidah kita. Bila sulit mendapat kata yang indah dan tepat maka ahsan (mendingan) diam. Inilah realisasi dari sabda Rasulullah sholallohu alaihi wasalam
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam.
Banyak orang
merasa bangga dengan kemampuan lisannya (lidah) yang begitu fasih berbicara.
Bahkan tak sedikit orang yang belajar khusus agar memiliki kemampuan bicara
yang bagus. Lisan memang karunia Allah yang demikian besar. Dan ia harus selalu
disyukuri dengan sebenar-benarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam (Al-Balad:
8-9):
أَلَمْ
نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ. وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ
“Bukankah
Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah, dan dua buah bibir.”
(Al-Balad: 8-9)
Caranya
adalah dengan menggunakan lisan untuk bicara yang baik atau diam. Bukan dengan
mengumbar pembicaraan semau sendiri.
Orang yang banyak bicara bila tidak diimbangi
dengan ilmu agama yang baik, akan banyak terjerumus ke dalam kesalahan lisan.
Sedangkan anggota badan yang lainnya tunduk dan takut terhadap lisan,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ahmad, Ath-Thayalisi, dan yang
lainnya, dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تَكْفِي
اللِّسَانَ، تَقُولُ: اتَّقِ اللهَ فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنِ اسْتَقَمْتَ
اسْتَقَمْنَا وَإِنِ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا
“Apabila anak Adam masuk
waktu pagi hari, sesungguhnya seluruh anggota tubuhnya mencela lisan. Mereka
mengatakan: ‘Bertakwalah engkau kepada Allah! Karena kami tergantung denganmu.
Apabila engkau lurus, niscaya kami pun akan lurus. Apabila engkau bengkok
(menyimpang) maka kami pun akan menyimpang’.
Karena itu Allah dan Rasul-Nya memerintahkan agar
kita lebih banyak diam. Atau kalaupun harus berbicara maka dengan pembicaraan
yang baik. Lisan yang kecil ini ibaratnya pedang bermata dua. Jika tidak
memberi manfaat kepada pelakunya, maka dia justru akan membinasakan tuannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapan pun
yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu
hadir.” (Qaf: 18)
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ. كِرَامًا كَاتِبِينَ
“Padahal sesungguhnya
bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di
sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu).” (Al-Infithar:
10-11)
Al-Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullahu
berkata: “Sungguh, as-salafush shalih rahimahumullah telah sepakat bahwa
malaikat yang ada di samping kanan seorang hamba adalah malaikat yang akan
mencatat seluruh amal kebaikan. Sedangkan malaikat yang ada di samping kirinya
adalah malaikat yang akan mencatat amalan kejelekan.
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu
menerangkan makna ayat tersebut dalam Tafsir-nya: “Amalan kalian pasti akan
dihisab. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menugaskan sebagian malaikatnya yang
mulia untuk mencatat ucapan dan perbuatan kalian. Mereka (para malaikat itu)
mengetahui amalan kalian, baik amalan hati maupun anggota badan. Maka,
sepantasnya kalian memuliakan dan menghormati mereka (dengan kebaikan dan
ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya).”
Allah subhanallahu ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.”
(Al-Ahzab: 70)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا
أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia mengucapkan perkataan yang baik atau
diam. (HR. Bukhari dan Muslim)
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata: “Makna
hadits ini adalah apabila seorang hamba ingin berbicara, hendaknya dia berpikir
terlebih dahulu. Apabila telah nampak jelas baginya bahwa tidak ada
kerugian/madharat terhadap dirinya, hendaknya dia mengatakannya. Namun apabila
nampak jelas baginya kerugian/madharat atau dia ragu-ragu, maka hendaknya dia
diam.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Makna
hadits tersebut ialah ketika seseorang ingin berbicara hendaknya dia berpikir
terlebih dahulu. Jika yakin bahwa ucapannya tidak menimbulkan akibat yang jelek
dan tidak menyeretnya pada perkara yang haram atau makruh, hendaknya dia
berbicara. Namun apabila perkaranya adalah mubah, yang selamat adalah dia diam,
supaya tidak terseret ke dalam perkara yang haram atau makruh.”
Lisan (lidah) memang tak bertulang, sekali engkau
gerakkan sulit untuk kembali pada posisi semula. Demikian berbahayanya lisan,
hingga Allah dan Rasul-Nya mengingatkan kita agar berhati-hati dalam
menggunakannya. Contoh bahayanya :
- Dua orang yang berteman penuh keakraban bisa dipisahkan dengan lisan.
- Seorang bapak dan anak yang saling menyayangi dan menghormati pun bisa dipisahkan karena lisan.
- Suami istri yang saling mencintai dan saling menyayangi bisa dipisahkan dengan cepat karena lisan.
- Bahkan darah seorang muslim dan mukmin yang suci serta bertauhid dapat tertumpah karena lisan.
Sungguh
betapa besar bahaya lisan.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya
seorang hamba apabila berbicara dengan satu kalimat yang tidak benar (baik atau
buruk), maka
dia akan terjatuh dalam neraka Jahannam.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan:
“Hadits ini (yakni hadits Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim) teramat jelas menerangkan bahwa sepantasnya bagi seseorang untuk tidak
berbicara kecuali dengan pembicaraaan yang baik, yaitu pembicaraan yang sudah
jelas maslahatnya dan kapan saja dia ragu terhadap maslahatnya, janganlah dia
berbicara.”
Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi rahimahullah
mengatakan: “Ketahuilah, setiap orang yang telah mendapatkan beban syariat,
seharusnya menjaga lisannya dari semua pembicaraan, kecuali pembicaraan yang
sudah jelas maslahatnya. Bila keadaan berbicara dan diam sama maslahatnya, maka
sunnahnya adalah menahan lisan untuk tidak berbicara. Karena pembicaraan yang
mubah bisa menarik kepada pembicaraan yang haram atau dibenci, dan hal seperti
ini banyak terjadi. Keselamatan itu tidak bisa dibandingkan dengan apapun.”
BAHAYA
LISAN
Memang lisan tidak bertulang. Apabila keliru
menggerakkannya akan mencampakkan kita dalam murka Allah yang berakhir dengan
neraka-Nya. Lisan akan memberikan ta’bir (mengungkapkan) tentang baik-buruk
pemiliknya. Inilah ucapan beberapa ulama tentang bahaya lisan:
1. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
“Segala sesuatu akan bermanfaat dengan kadar lebihnya, kecuali perkataan.
Sesungguhnya berlebihnya perkataan akan membahayakan.”
2. Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu: “Tidak
ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang yaitu orang yang
diam namun berpikir atau orang yang berbicara dengan ilmu.”
3. Al-Fudhail rahimahullah: “Dua perkara
yang akan bisa mengeraskan hati seseorang adalah banyak berbicara dan banyak
makan.”
4. Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah: “Awal
ibadah adalah diam, kemudian menuntut ilmu, kemudian mengamalkannya, kemudian
menghafalnya lantas menyebarkannya.”
5. Al-Ahnaf bin Qais rahimahullah: “Diam
akan menjaga seseorang dari kesalahan lafadz (ucapan), memelihara dari
penyelewangan dalam pembicaraan, dan menyelamatkan dari pembicaraan yang tidak
berguna, serta memberikan kewibawaan terhadap dirinya.”
6. Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu
menceritakan bagaimana ketika Iblis la’natullah ‘alaih mengomando bala
tentaranya. “Iblis berkata kepada anak buahnya: ‘Berjaga-jagalah kalian pada
pos lisan, karena pos tersebut adalah pos yang paling strategis. Doronglah
lisannya untuk mengucapkan berbagai perkataan yang akan merugikannya dan tidak
akan menguntungkannya. Halangilah hamba itu untuk membiasakan lisannya dengan
hal-hal yang bermanfaat, seperti dzikir, istighfar, membaca Al-Qur’an, memberi
nasihat, dan berbicara tentang ilmu. Niscaya kalian akan mendapatkan dua hasil
besar di pos ini, tidak usah engkau hiraukan hasil manapun yang engkau
dapatkan:
a. Dia berbicara dengan kebatilan. Orang yang
berbicara dengan kebatilan adalah saudara dan penolongmu.
b. Dia berdiam diri dari kebenaran. Orang yang tidak berbicara dengan kebenaran adalah saudaramu yang bisu, sebagaimana saudaramu yang pertama tadi, hanya saja dia pandai bicara. Barangkali saudaramu yang bisu ini lebih bermanfaat bagi kalian. Tidakkah kalian dengar ucapan seorang pemberi nasihat [1]: ‘Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan yang pandai bicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu.’
b. Dia berdiam diri dari kebenaran. Orang yang tidak berbicara dengan kebenaran adalah saudaramu yang bisu, sebagaimana saudaramu yang pertama tadi, hanya saja dia pandai bicara. Barangkali saudaramu yang bisu ini lebih bermanfaat bagi kalian. Tidakkah kalian dengar ucapan seorang pemberi nasihat [1]: ‘Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan yang pandai bicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu.’
Maka teruslah kalian berjaga di pos itu. Pos yang
dia bisa berbicara dengan kebenaran atau menahan diri dari kebatilan. Hiasilah
pembicaraan kebatilan kepadanya, dengan segala cara. Takut-takutilah dia untuk
menyampaikan kebenaran, dengan segala cara.
Ketahuilah wahai anak-anakku, pos lisan inilah
tempat aku berhasil membinasakan anak keturunan Adam dan menyeret mereka ke
dalam neraka Jahannam. Betapa banyak korban yang berhasil aku bunuh, aku tawan,
atau aku lukai melalui pos ini.”
Selanjutnya, Iblis berkata kepada anak buahnya:
“Gunakanlah dua senjata yang tidak akan menyebabkan kalian kalah:
a. Lalai dan lengah. Jadikanlah hati mereka
berlalu dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalai terhadap akhirat,
dengan segala cara. Kalian tidak mendapatkan sesuatu yang lebih berharga dalam
usaha kalian dibandingkan perkara itu. Karena, tatkala hati lalai dari mengingat
Allah Subhanahu wa Ta’ala maka kalian akan mampu menguasai dan menyesatkannya.
b. Syahwat. Hiasilah syahwat itu dalam hati mereka. Tampakkanlah indahnya syahwat di pelupuk mata mereka. Lalu seranglah mereka dengan dua senjata itu. Kalian tidak memiliki kesempatan yang lebih berharga untuk membinasakan mereka dibandingkan dua kesempatan itu.”
b. Syahwat. Hiasilah syahwat itu dalam hati mereka. Tampakkanlah indahnya syahwat di pelupuk mata mereka. Lalu seranglah mereka dengan dua senjata itu. Kalian tidak memiliki kesempatan yang lebih berharga untuk membinasakan mereka dibandingkan dua kesempatan itu.”
nah...apabila kita sudah bisa menjaga lisan dengan baik, maka kita akan memperoleh manfaat dari menjaga lisan tersebut,
manfaat dari menjaga lisan diantaranya :
1. Akan mendapat keutamaan dalam
melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
“Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
2. Akan menjadi orang yang memiliki
kedudukan dalam agamanya. Dalam hadits Abu
3. Mendapat jaminan dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam untuk masuk ke surga. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَـحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ
أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa menjamin apa
yang ada di antara dua tulang rahangnya (yakni lisan), dan apa yang ada di
antara kedua kakinya (yakni kemaluan), niscaya aku menjamin jannah (surga)
baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Allah akan mengangkat derajat-Nya dan
memberikan ridha-Nya kepadanya.
5. Menjaga dirinya dari kejelekan/maksiat
yang disebabkan lisan yaitu namimah (adu
domba), fitnah, ghibah
(gosip/bergunjing), kadzib (kedustaan),
qiila wa qala (katanya dan katanya).
Demikianlah beberapa keutamaan menjaga lisan. Semoga kita diberi kemampuan oleh Allah untuk melaksanakan perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya dan diberi kemampuan untuk mengejar keutamaan tersebut.
Posting Komentar untuk "MENJAGA LISAN | 48fredy"